Tugas 1-Resume
TUGAS INDIVIDU
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dosen: KURNIAWAN B. PRIANTO, S.KOM.SH.MM

Disusun Oleh:
Nama: Dantie Rayshwara Melovesta
NPM: 10522355
Kelas: 1PA22
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
PERTEMUAN
1
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan Dalam
Mengembangkan Kemampuan Utuh Sarjana atau Profesional
A.
Latar Belakang
Indonesia menjadi salah satu negara yang mengedepankan pendidikan sebagai upaya untuk membangun masyarakat yang berkualitas. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sebagai warga negara kita memiliki kewajiban untuk menaati hukum dan pemerintah (Pasal 27 ayat 1), wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara (Pasal 27 ayat 3), wajib menghormati Hak Asasi Manusia orang lain (Pasal 28J ayat 1), dan wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 28J ayat 2). Maka dari itu, dalam menjalankan kewajiban tersebut diperlukan dasar atau Pendidikan yang dapat menjadi bekal kita dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu disiplin ilmu yang wajib dipelajari oleh peserta didik, baik di sekolah maupun di perguruan tinggi. Menurut KBBI daring, Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang mengarahkan para pelajar supaya menjadi warga negara yang baik dan memiliki sikap nasionalisme sehingga mampu bersosialisasi di masyarakat.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Pendidikan yang mampu membangun pikiran kritis, memberikan kesiapan bagi warga negara agar menjadi warga negara yang cerdas, dan membentuk manusia seutuhnya sebagaimana telah diatur di dalam Undang – Undang Dasar 1945, yaitu sebagai manusia yang religious, berkemanusiaan, memiliki rasa nasionalisme, menjadi bangsa yang cerdas, yang berkerakyatan yang adil terhadap lingkungan sosialnya. Tentunya dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan ini diharapkan juga dapat memahami dan menjunjung tinggi keberadaan negara dan bangsa agar tetap berdiri kokoh sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat adil dan makmur.
Dalam memajukan negara tentunya dibutuhkan sebuah dukungan baik dari kualitas tenaga kerjanya hingga semangat loyalitas masyarakatnya. Sebagai generasi penerus bangsa khususnya mahasiswa yang memiliki peranan penting dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga memajukan bangsa Indonesia tentunya Pendidikan Kewarganegaraan ini sangat diperlukan bagi para generasi muda yang di mana sesuai dengan fungsinya yaitu menyelenggarakan pendidikan demokrasi, hukum dan multikultur.
B.
Sumber
Historis, Sosiologis, dan Politik Tentang Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia
Secara historis, pendidikan
kewarganegaraan telah dimulai jauh sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai
negara merdeka. Dalam sejarah kebangsaan Indonesia, berdirinya organisasi Boedi
Oetomo tahun 1908 disepakati sebagai Hari Kebangkitan Nasional karena pada saat
itulah dalam diri bangsa Indonesia mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa
walaupun belum menamakan Indonesia. Lalu mulailah semakin tumbuh organisasi
bagaikan jamur di musim hujan, seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische
Party, PSII, PKI, NU, dan lainnya. Organisasi-organisasi tersebut bergerak dan
bertujuan membangun rasa kebangsaan dan mencita-citakan Indonesia merdeka.
Indonesia sebagai negara merdeka yang dicita-citakan adalah negara yang mandiri
yang lepas dari penjajahan dan ketergantungan terhadap kekuatan asing. Meskipun
perjuangan mencapai kemerdekaan dari penjajah telah selesai, namun tantangan
untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang hakiki belumlah selesai.
Maka, diperlukan adanya proses pendidikan dan pembelajaran bagi warga negara
yang dapat memelihara semangat perjuangan kemerdekaan, rasa kebangsaan, dan
cinta tanah air.
Dari aspek
sosiologis,
Pendidikan kewarganegaraan banyak dilakukan pada tataran sosial kultural dan
dilakukan oleh para pemimpin. Dalam pidato-pidatonya, para pemimpin mengajak
seluruh rakyat untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia. Seluruh pemimpin
bangsa membakar semangat rakyat untuk mengusir penjajah yang hendak kembali
menguasai dan menduduki Indonesia. Hal ini sangat diperlukan masyarakat untuk
menjaga, memelihara, dan mempertahankan eksistensi bangsa.
Secara politik, pendidikan
kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah dapat digali dari dokumen
kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana dapat diidentifikasi dari pernyataan
Somantri (1972) bahwa pada masa Orde Lama mulai dikenal istilah:
1. Kewarganegaraan
(1957): membahas cara pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan
2. Civics (1962):
membahas tentang sejarah Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik
kenegaraan yang terutama diarahkan untuk "nation and character building”
bangsa Indonesia
3. Pendidikan
Kewargaan Negara (1968)
C.
Dinamika dan Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan
Di era revolusi
4.0 dan di era globalisasi ini, kita sebagai masyarakat dituntut untuk dapat
menjadi individu yang lebih pintar, kreatif, mandiri, mampu berpikir kritis,
dan memiliki daya saing yang tinggi. Hal tersebut diperuntukkan seiring dengan
berkembangnya globalisasi dan kemajuan IPTEK yang mengharuskan masyarakat untuk
lebih pintar dan mengembangkan potensi diri agar mampu menjalankan dan
beradaptasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dalam perkembangan
globalisasi ini tentunya banyak kita temui berbagai tantangan masyarakat dalam
menyikapi sebuah masalah dengan Pendidikan kewarganegaraan. Berikut beberapa
contoh tantangan yang terjadi di era globalisasi ini pada bangsa Indonesia:
1.
Penyebaran Berita Hoaks
Saat ini penyebaran berita yang belum
terjamin kebenaran informasinya dapat dilakukan di banyak platform media sosial
yang mampu menggiring opini, membuat opini publik, membentuk persepsi , dan menguji
kecermatan dan kecerdasan pengguna internet dan media sosial. Hal ini tentunya sangat beresiko dan memicu
terjadinya perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat.
2.
Lunturnya Identitas Kebudayaan Bangsa Indonesia
Sebagai bangsa yang memiliki keberagaman,
sepatutnya kita sebagai warga negaranya bangga dan mampu melestarikan
kebudayaan yang ada di negara kita sendiri. Namun fakta yang terjadi di
lapangan adalah seiring dengan mudahnya akses masuk budaya luar dan dunia luar
membuat masyarakat justru terkesan tidak mau dan malu akan budayanya sendiri, dengan
bangganya mereka mulai mengikuti arus-arus budaya luar yang memberikan dampak
negatif, tidak sesuai dengan budaya sendiri, dan memicu perpecahbelahan dalam
kehidupan bermasyarakat.
3.
Munculnya Sikap Individualisme
Negara Indonesia dikenal sebagai negara
yang masyarakatnya ramah dan budaya gotong royong. Namun semakin berkembangnya
era globalisasi ini membuat hal tersebut luntur dan masyarakat lebih
mengedepankan sikap individualisme di mana mereka lebih mengutamakan
kepentingan diri sendiri disbanding kepentingan bersama. Hal ini tentu memicu
berkurangnya sikap kebersamaan dalam bermasyarakat, menurunkan kemampuan untuk
bersosialisasi dan bergaul, dan menimbulkan sikap acuh terhadap lingkungan
sekitar.
D.
Peranan atau Esensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Mengantisipasi dan Mengatasi Berbagai Permasalahan
Dari berbagai tantangan yang telah dijabarkan di atas terkait permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi ini tentunya juga memiliki jalan keluar dan langkah preventif dalam mengatasinya. Langkah tersebut adalah dengan menerapkan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan Kewarganegaraan dipercayai dapat membentuk karakter individu yang cerdas, kritis, dan berdaya saing unggul. Hal tersebut tentunya yang dibutuhkan masyarakat dalam menghadapi perkembangan globalisasi yang semakin cepat ini. Dengan Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan masyarakat mampu mengeratkan kesatuan dan menjunjung tinggi nilai Pancasila maupun sikap nasionalisme. Sehingga sebesar apapun goncangan yang dihadapi dalam era globalisasi ini nantinya kita sebagai masyarakat yang berkarakter unggul dan bertanggung jawab akan berperan aktif dalam pembangunan seperti, menyaring dan memilah pengaruh-pengaruh globalisasi yang masuk, dapat mengambil pembelajaran dan sisi positif serta dapat menyaring setiap hal yang memang kurang sesuai dengan nilai dan moral bangsa. Selain itu masyarakat juga diharapkan tidak mudah goyah atas pendiriannya dalam menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang cerdas dan baik karena telah memiliki bekal atau pegangan dan cara berpikir kritis yang mampu mengatasi berbagai permasalahan yang memicu perpecahbelahan dalam bermasyarakat. Dengan demikian generasi penerus bangsa nantinya mampu menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jadi, adanya Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk generasi penerus yang mempunyai ilmu pengetahuan, mengembangkan keahliannya, serta mengembangan karakternya. Walaupun pengembangan ini dapat dipelajari tanpa harus melalui Pendidikan Kewarganegaraan, lebih baik jika pendidikan ini dimanfaatkan guna mengembangkan diri seluas-luasnya karena jika memiliki rasa kebangsaan yang tinggi, maka tidak akan mudah terpengaruh terhadap janji-janji kejayaan yang hanya sementara, budaya-budaya asing yang datang selain dari Indonesia, dan dapat lebih mengahargai serta mempunyai rasa kebanggaan terhadap bangsa, budaya, dan nilai-nilai yang terdapat di Indonesia.
E.
Sikap Warga Negara yang Nasionalisme dan Bertanggung
Jawab Pada Negara dan Bangsa
Filsuf Prancis
Ernest Renan, menyatakan nasionalisme merupakan kesadaran untuk bersatu tanpa
paksaan yang dituntut oleh obsesi mewujudkan sebuah kepentingan kolektif yang
dianggap luhur, yang pada akhirnya menciptakan sebuah identitas nasion atau
identitas sebuah bangsa. Nasionalisme membutuhkan perincian atas konsep negara,
bangsa, etnisitas, dan identitas nasional. Menurut Anthony Smith, nasionalisme
dapat berupa ideologi, atau suatu bentuk perilaku, ataupun keduanya.
Arqom Kuswanjono
menyatakan, "…baik Yamin, Soepomo, maupun Soekarno meletakkan kesatuan dan
nasionalisme pada urutan pertama dalam rumusan mereka mengenai dasar negara.
Kita tidak dapat membangun Indonesia tanpa nasionalisme.”
Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi nasionalisme, yaitu:
a. Internal, yang
terdiri atas sentiment etnis, sentiment keagamaan, pemanfaatan sumber daya yang
tidak merata, dan demokratisasi yang tidak adil
b. Eksternal, yaitu dari globalisasi yang meliputi ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan politik
Sebagai warga negara yang memiliki sikap nasionalisme tentunya juga perlu memiliki sikap bertanggung jawab pada negara dan bangsa. Bagi para generasi penerus bangsa khususnya, tanggung jawab nasib negara kita ini ada di tangan kita sendiri. Bagaimana kita bisa memperbaiki sekaligus menjaga yang sudah baik yang ada di negara ini untuk bekal bagi para penerus bangsa maupun anak cucu kita.
Beberapa
contoh sikap/perilaku yang menerapkan sikap nasionalisme dan bertanggung jawab
pada bangsa dan juga negara:
a.
Selalu
bangga terhadap budaya yang dimiliki bangsa sendiri
b.
Mengedepankan
gotong royong atau bahu membahu dalam hidup bermasyarakat
c. Mematuhi
dan menaati peraturan di negara sendiri dan berani bertanggung jawab atas
segala resiko yang diperbuat, dan lainnya
Daftar
Pustaka:
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/harmony/article/view/46778
https://jurnal.ensiklopediaku.org/ojs-2.4.8-3/index.php/sosial/article/view/647
https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2018/01/wiraindowebnovdeskomplit.pdf
Komentar
Posting Komentar